Tempoonline.id,Jakarta-Putusnya jembatan penghubung antar desa di Kecamatan Ajibata, Kabupaten Toba, menjadi ironi yang menyayat hati masyarakat. Jembatan yang sangat vital bagi mobilitas warga dan distribusi hasil bumi itu kini dibiarkan terputus tanpa penanganan serius.(01/08/25)
Tragisnya, perhatian terhadap infrastruktur pedesaan di Ajibata justru lebih terasa saat masa penjajahan Belanda dibanding era kemerdekaan saat ini.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Toba dinilai tidak berpihak pada kepentingan rakyat. Banyak proyek dinilai lebih bersifat pencitraan dan tidak memberikan dampak signifikan bagi kesejahteraan masyarakat. Salah satu contohnya adalah pembangunan pasar yang tidak dimanfaatkan pedagang, serta sejumlah proyek lain yang mubazir dan tidak tepat sasaran.
Pemerintahan Kabupaten Toba yang saat ini dipimpin oleh Bupati Efendi Napitupulu dan Wakil Bupati Murphy Sitorus diharapkan mampu membawa perubahan nyata. Masyarakat menaruh harapan agar keduanya tidak mengulang gaya kepemimpinan sebelumnya yang dianggap gagal menjawab kebutuhan masyarakat bawah.
Jembatan yang terputus di Desa Parsaoran, Ajibata, memiliki peran sangat penting dalam menunjang aktivitas ekonomi dan sosial warga. Bila infrastruktur seperti jalan dan jembatan diperbaiki, maka geliat ekonomi desa akan meningkat. Pusat-pusat keramaian akan kembali hidup karena akses kendaraan menjadi lancar, meskipun berada di pelosok.
“Kami sangat mengharapkan Wakil Bupati *Murphy Sitorus* yang merupakan Pomparan dari Raja Narasaon ( Manurung , Sitorus, Sirait dan Butar Butar) yang merupakan perwakilan dari kami yang ber-Marga Sirait, mau mendengar dan memperhatikan kondisi ini,” ujar Ganda Sirait, S.H., M.H., tokoh masyarakat Ajibata di Jakarta, baru-baru ini.
(Red)