Tempoonline.id – Dewan Pimpinan Pusat Corruption Investigation Commiittee (DPP CIC) angkat bicara terkait sengkarut penanganan perkara yang dilakukan oleh jaksa penyidik Kejaksaan Tinggi Aceh.
Dalam penghitungan kerugian negara terkait perkara korupsi beasiswa, jaksa penyidik diduga telah sewenang-wenang menentukan kerugian negara. Padahal, di Indonesia ada lembaga tersendiri yang berhak melakukannya, BPK dan BPKP.
“Apa yang dilakukan oleh para Jaksa telah melebihi kewenangannya. Mereka tidak punya kemampuan untuk melakukan penghitungankerugian negardalam dugaan perkara korupsi,” ucap Raden Bambang SS, Ketua Umum DPP CIC.
Dengan tindakan Jaksa Penyidik tersebut, Raden Bambang menganggap penanganan perkara korupsi telah tercederai.
“Jaksa seakan-akan ingin “menyelematkan” sesuatu dari para pelaku korupsi,” lanjutnya.
Karenanya, Bambang menilai Kejaksaan Agung sudah seharusnya melakukan supervisi dalam penanganan perkara korupsi tersebut.
“JAMWas harus turun ke Aceh. Periksa para jaksa yang menangani perkaranya. Bila memang ada penyimpangan sidah selayaknya jaksa yang bersangkutan di pecat bahkan dipidanakan,. Dan dipastikan juga Kajati harus dicopot karena membiarkan terjadinya pelanggaran dalan menjalankan tugas,” tegasnya.
Untuk diketahui, Aliansi Mahasiswa Menggugat (AMM) telaj melakukan aksi unjuk rasa di Kejati Aceh. Mereka mempertanyakan kapasitas jaksa dalam menghitung kerugian negara tercantum dalam dokumen P19.