Tempo.ID,Simalungun – Bencana banjir bandang yang menerjang Parapat pada Minggu, 16 Maret 2025, menimbulkan gelombang protes dari berbagai elemen masyarakat. Ketua Umum LSM Komite Anti Korupsi Indonesia (KAKI), Ganda Sirait, dengan tegas menyatakan bahwa musibah ini bukan sekadar bencana alam, melainkan akibat dari kelalaian manusia yang dibiarkan berlangsung bertahun-tahun.
“Hutan terus dibabat, alam berontak, dan rakyat yang jadi korban!” seru Ganda dalam konferensi pers di Medan, Selasa (18/3). Menurutnya, banjir bandang ini bukan kejadian pertama yang menimpa Parapat. “Kita sudah sering diperingatkan oleh kejadian-kejadian sebelumnya. Tapi di mana pemerintah? Di mana penegakan hukumnya?” tegasnya.
LSM KAKI menyoroti fakta bahwa dalam kurun waktu 20 tahun terakhir, hutan alam di Daerah Aliran Sungai (DAS) Bolon, yang melingkupi lima kecamatan di Kabupaten Simalungun, telah berkurang drastis hingga 6.148 hektar. Ganda menyebutkan bahwa perusahaan besar seperti PT Toba Pulp Lestari (TPL) juga harus bertanggung jawab atas deforestasi masif di wilayah tersebut.
“Mereka menanam eukaliptus menggantikan hutan alam, seolah-olah itu solusi. Padahal eukaliptus bukan tanaman yang mampu menyerap air seperti hutan asli. Inilah penyebab utama banjir bandang,” jelasnya.
Burhanuddin: Ini Bukan Takdir, Ini Kelalaian!
Aktivis lingkungan dan pengamat sosial, Burhanuddin, yang juga Sekjen Komite Anti Korupsi Indonesia (KAKI), mengkritik keras lemahnya pengawasan pemerintah daerah terhadap perusakan lingkungan di kawasan hulu Parapat. “Banjir ini bukan ujian Tuhan, bukan takdir, tapi akibat kelalaian manusia. Kita tahu siapa yang bermain, siapa yang mengeruk keuntungan dari hutan yang terus dikorbankan,” ujar Burhanuddin.
Menurutnya, LSM KAKI telah lama mengingatkan pemerintah tentang bahaya deforestasi di sekitar DAS Bolon. Namun, berbagai kebijakan justru lebih menguntungkan korporasi dibandingkan menjaga keseimbangan ekosistem.
“Kami mendesak agar pemerintah daerah segera mengevaluasi izin-izin perusahaan yang merusak lingkungan. Jika tidak ada langkah nyata, maka banjir akan terus berulang, dan korban akan terus bertambah,” tegas Burhanuddin.
Ia juga menyoroti peran aparat penegak hukum dalam menangani pelanggaran lingkungan. “Seharusnya ada investigasi serius terhadap perusahaan yang melakukan pembukaan lahan secara tidak bertanggung jawab. Jika perlu, kasus ini dibawa ke ranah hukum agar ada efek jera,” katanya.
Tuntutan Tegas: Cabut Izin Perusahaan Perusak Lingkungan
LSM KAKI menuntut tiga langkah konkret dari pemerintah untuk mencegah bencana serupa terjadi lagi:
- Moratorium pembukaan hutan di kawasan DAS Bolon serta investigasi terhadap perusahaan yang telah menyebabkan deforestasi.
- Pemulihan ekosistem dengan menanam kembali pohon-pohon endemik di kawasan yang telah rusak.
- Tindakan hukum terhadap pelaku perusakan lingkungan, baik perusahaan maupun oknum pemerintah yang membiarkan praktik ini terjadi.
“Kami tidak akan diam. Jika pemerintah tidak bertindak, LSM KAKI akan mengajukan gugatan lingkungan terhadap pihak-pihak yang bertanggung jawab,” tegas Ganda Sirait.
Perjuangan menyelamatkan lingkungan bukan hanya tugas aktivis dan masyarakat, tetapi juga tanggung jawab pemerintah dan penegak hukum. Jika tidak ada tindakan nyata, maka bencana seperti ini akan terus menjadi momok bagi warga Parapat dan sekitarnya.(mulyadi)