Tempo.ID,Jakarta-Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana kembali menunjukkan komitmen Kejaksaan dalam mewujudkan keadilan yang lebih humanis. Dalam ekspose virtual yang digelar hari ini, JAM-Pidum menyetujui delapan perkara untuk diselesaikan melalui mekanisme Restorative Justice (RJ), termasuk kasus penipuan yang terjadi di Jakarta Selatan,rabu(12 Maret 2025).
Salah satu perkara yang mendapat persetujuan RJ adalah kasus yang menjerat tersangka Dita Aditya dari Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Dita, yang disangka melanggar Pasal 378 KUHP tentang Penipuan, awalnya meminjam sepeda motor milik Saksi Murdiyono dengan alasan menjemput teman. Namun, kendaraan tersebut justru diiklankan untuk dijual melalui Facebook.
Setelah berbagai upaya dilakukan, pihak Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan yang dipimpin oleh Kepala Kejaksaan Negeri Haryoko Ari Prabowo, S.H., M.Hum. beserta tim, berhasil memfasilitasi perdamaian antara tersangka dan korban. Dalam pertemuan yang dilakukan secara musyawarah, korban memberikan maaf, dan tersangka menyesali perbuatannya serta berjanji tidak akan mengulangi kesalahannya.
Usulan penghentian penuntutan ini kemudian dikaji lebih lanjut oleh Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Dr. Patris Yusrian Jaya, sebelum akhirnya disetujui oleh JAM-Pidum dalam ekspose RJ hari ini.
Selain kasus ini, terdapat tujuh perkara lain yang juga diselesaikan melalui keadilan restoratif, meliputi kasus penganiayaan, penipuan, penggelapan, serta kekerasan dalam rumah tangga. Para tersangka dalam kasus ini telah memenuhi syarat RJ, antara lain belum pernah dihukum, baru pertama kali melakukan tindak pidana, serta mendapat respon positif dari masyarakat setempat.
JAM-Pidum menegaskan bahwa pendekatan restoratif ini sejalan dengan semangat hukum progresif yang bertujuan untuk mengedepankan solusi yang lebih manusiawi dan bermanfaat bagi masyarakat. “Kami berharap mekanisme keadilan restoratif ini dapat menjadi sarana yang efektif dalam menyelesaikan perkara-perkara tertentu, tanpa harus membebani sistem peradilan pidana,” ujar Prof. Dr. Asep Nana Mulyana.
Sebagai langkah lanjutan, para Kepala Kejaksaan Negeri yang menangani kasus ini akan menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) berdasarkan Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020 serta Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022.
Kebijakan ini menandai komitmen Kejaksaan dalam memberikan kepastian hukum yang lebih adil dan efektif, serta memastikan bahwa hukum tidak hanya bersifat represif, tetapi juga mampu menjadi instrumen pemulihan sosial bagi masyarakat.(afn/mul)