Tempo.id,Karimun – Penjualan tanah uruk di wilayah Desa Parit Dua,Kecamatan selat gelam Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan Riau, kembali menuai sorotan tajam. Koordinator Corruption Investigation Committee (CIC) DPP Pusat, cecep cahyana,mengecam keras aktivitas tersebut karena diduga merusak lingkungan serta menyalahi aturan hukum yang berlaku.(30/04/25)
Menurut informasi yang dihimpun, tanah uruk yang dijual tersebut disebut-sebut milik seorang bernama AHOK. Aktivitas pengurukan dan penjualan tanah diduga dilakukan diduga tanpa izin resmi serta tidak memperhatikan dampak lingkungan terhadap ekosistem sekitarnya.
“Kami melihat ada indikasi kuat pelanggaran hukum dalam aktivitas ini, khususnya terkait perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan kehutanan” tegas cecep cahyana.
Ia merujuk pada Pasal 98 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang menyebutkan:
“Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 dan paling banyak Rp10.000.000.000,00.”
Tak hanya itu, aktivitas penjualan tanah uruk yang diduga tanpa izin juga dapat dikenakan sanksi berdasarkan Pasal 158 UU No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang berbunyi:
“Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa izin usaha pertambangan (IUP) dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.000,00.”
Cecep cahyana juga menambahkan bahwa perbuatan tersebut dapat diperluas ke ranah pidana umum sebagaimana Pasal 406 KUHP, tentang perusakan barang:
“Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan, merusak, membuat tak dapat dipakai atau menghilangkan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, diancam pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan.”
Koordinator CIC Dpp pusat mendesak aparat penegak hukum, baik kepolisian maupun dinas lingkungan hidup setempat, untuk segera menindaklanjuti laporan dan melakukan penyelidikan memeriksa secara menyeluruh.
“Kami tidak ingin aktivitas semacam ini dibiarkan begitu saja. Penjualan tanah uruk secara ilegal bukan hanya persoalan hukum, tetapi juga soal kerusakan lingkungan yang berdampak luas bagi masyarakat yang tinggal sekitar nanti bisa banjir bandang atau air naik,” pungkasnya.
Diharapkan pemerintah bisa segera bertindak untuk kepentingan masyarakat serta kehidupan sekitarnya agar berjalan baik dan keberlansunganya hidup anak bangsa.(red/ags)